Gue membuat posting-an ini karena pengin bayar hutang. Menurut schedule, gue sudah menelantarkan
kewajiban gue dalam salah satu edisi Fiction-Horor, dan Blogwalking. Namun, itu
semua ada alasannya, kok. Itu semua… karena gue sedang pergi berlibur.
Sebagai anak muda yang mengalami
liburan semester, ini tentu membahagiakan. Akan banyak adegan pulang kampung yang
dilakukan para anak kost. Namun, gue sudah berkomitmen untuk tidak akan pulangsebelum bisa menjadi seseorang yang ‘bisa dibanggakan’. Oleh karena itu, liburan
ini gue memilih untuk tidak pulang kampung, namun ke tempat lain di mana dulu
gue pernah tinggal selama dua tahun di sana.
Bontang. Kota ini tidak jauh dari
tempat perantauan gue. Terletak di bagian paling timur, Provinsi Kalimantan
Timur. Keren, ‘kan?
Nah karena gue gagal memenuhi schedule sebanyak 2 post, maka sebagai pembayaran hutang, gue akan menerbitkan dua post juga. Post ini, dan masih ada yang setelah ini. Tentu saja, tema kali ini
adalah… liburan, di Kota Bontang.
**
Bontang adalah kota keren tempat
terdapatntya perusahaan Pupuk Kal-Tim (PKT). Di sini juga bersemayam beberapa
perusahaan besar seperti Badak NGL, Indominco Mandiri dan lainnya. Dulu gue
pernah tinggal 2 tahun di sana, sejak pertama kali menduduki bangku Sekolah
Dasar.
(PT Pupuk Kal-Tim)
(PT Badak NGL)
(PT Indominco Mandiri)
Gue senang jika bisa mampir ke
Bontang. Rasanya, masa kecil di sana terlalu sayang buat dilupakan. Karena baru-baru
setengah tahun ini (semenjak gue merantau) gue bisa sering main ke Bontang,
maka rasa kangennya masih sangat luar biasa. Dan… selama kurang lebih 11 tahun
tidak pernah ke sana, maka gue selalu merasakan nostalgia yang mendalam.
Di Bontang terdapat rumah tante
gue. Dia anak ke-empat dari nenek gue, di mana mendiang nyokap gue adalah anak
ke tiga. Waktu kecil, gue sering banget main di sana. Terlalu sering malah. Apalagi
jika bukan karena rumah kami bertetangga.
Nah… kali ini, gue akan
memperkenalkan anggota keluarga tante gue ini. Unik, dan welcome banget sama gue. Sebenarnya, mereka juga salah satu
penyebab kangen gue terhadap Kota Bontang. Yuk, mari~
1.
Paman yang Humoris
Ini adalah suami tante gue. Ipar
mendiang nyokap. Bapak dari anak-anaknya. Induk dari ayam-ayamnya.
Beliau adalah seorang keturunan
semi-Tionghoa yang masa kecilnya dihabiskan dengan kemewahan. Namun, usia
remajanya dihabiskan untuk merantau dan kabur dari keluarga sembari mengikuti
nelayan untuk pergi dari kampung halamannya. Gue juga nggak tau alasan dia apa,
sampai memikirkan hal sekeren itu. Namun yang jelas, dia keren banget.
Paman gue ini adalah sosok yang
humoris dan nggak bisa diam. Entah apapun yang kita bicarakan, dia selalu
membalas dengan hal yang sebenarnya sama sekali nggak ada hubungannya. Misal,
Tante gue : “Aziz, pakai baju yang hitam aja kalau mau
jalan. Supaya kamu kelihatan lebih putih”
Paman gue : “Hitam? Memangnya kesatria baja hitam?? Hueheheheh”
Keren, ya?
Tapi itulah beliau. Dengan segala
keanehan cara bicaranya yang terkadang bisa membuat kita tidak nyaman boker,
dia berhasil membuat suasana rumah menjadi tidak canggung dan menyenangkan.
Oh iya, yang unik dari beliau
adalah : punya kandang ayam di lantai dua rumah.
Elite,
ya? Gue juga baru tau akan hobi keren paman gue ini. Jadi, begitu naik tangga
menuju lantai dua, maka kita akan melihat bebrapa kandang ayam dari berbagai
macam jenis. Ada yang khusus untuk anak-anak ayam, ada yang untuk betina, ada
yang ayam langka, bahkan gue sempat melihat sesosok ayam kampus sedang
mengecupkan bibirnya ke lantai.
Di lantai dua ini, ada kamar kakak
dan adik sepupu gue. Jadi, di sekitaran dekat pintu kamar mereka, isinya ya
kandang ayam. Gue nggak habis pikir jika suatu saat ayam-ayam itu terkena
radiasi dan berubah menjadi monster. Kasihan sepupu-sepupu gue, mereka jadi
korban duluan.
Namun, namanya juga hobi. Telur hasil
ayam itu tidak dimakan, juga tidak dijual. Rencananya, telur-telur hasil ayam
itu, akan terus ditetaskan, dan melahirkan ayam-ayam baru. Keren. Gue sudah
menyiapkan mental jika 10 tahun lagi datang ke sana, maka akan disambut oleh
rumah dua tingkat yang dihuni ayam, sementara paman dan keluarga, sedang
bercengkrama bareng di balik jeruji kandang ayam.
2.
Tante Pembuat Kenyang
Judulnya horor, ya. Seolah-olah gue
akan menceritakan pengalaman saat sedang ber-kumpul-kebo dengan tante-tante. Tapi
bukan.
Tante gue ini, mulai dari wajah,
cara bicara, dan sifatnya, sama banget dengan nenek gue. Ya… nenek gue versi
muda, lah. Benar, sama. Sama-sama cerewet. Sama-sama sosok keibuan yang selalu
mengkhawatirkan anaknya saat si anak sedang galau karena mantannya selingkuh
dengan lawan jenis. Sama-sama suka menyediakan kopi. Dan… sama-sama wanita.
Satu hal yang gue suka dari tante
gue, yang sifatnya sama banget dengan nenek : sama-sama suka menyuruh makan.
Ini tentu anugerah buat gue yang
sehari-hari di kost, cuma makan sol sepatu. Surga, deh. Saking nggak mau
keluarganya laper, apalagi gue (waktu itu ‘kan, gue tamu), maka hampir tiap
SETENGAH JAM beliau selalu menyuruh gue makan. Selalu.
Menu masakan beliau juga random banget. Pagi hari, gue disuguhi
bubur ayam. Pertengahan pagi, dia baru membuat nasi kuning, dan gue disuruh
makan lagi. Siang hari, kami makan rendang. Pertengahan sore, gue disediakan
mie spesial. Menjelang maghrib, sepupu gue membakar ayam, trus gue disuruh
makan lagi. Malamnya, tante gue bikin Pempek dan disuruh makan lagi. Tengah malamnya…
gue tidur dengan mulut mengeluarkan pempek bakar berwarna kuning dengan bentuk
seperti bubur spesial.
Tapi… itu namanya rezeki. Bersyukur
deh, gue. Bahkan, waktu pulang kemarin ke Samarinda, beliau memberi bekal
seperangkat sembako yang jatahnya cukup buat para pekerja Rodi di zaman
penjajahan dulu.
3.
Kakak yang kuat
Dalam artian, dia memang agak
sedikit tomboy. Kelihatan kok, waktu gue diajak pergi kakak sepupu gue ini,
bareng cowoknya. Gue perhatikan di tubuh cowoknya terdapat luka memar tidak menentu.
Kasian. Sabar Oom….
Kakak sepupu gue ini sekarang lagi
merintis sebuah CV miliknya sendiri, berdasarkan pengalamannya yang pernah
menjadi karyawan di CV lain, selama kurang lebih satu tahun. Cewek ini cuma dua
tahun lebih tua dari gue. Namun, jiwa mudanya nggak dipakai buat kuliah
buang-buang duit. Tapi buat… bisnis untuk cari duit. Kagum, deh.
Nah, bagian seremnya adalah… kamar.
Iya, selama gue di Bontang, gue selalu tidur di kamar dia. Tentu saja itu kalau
dia lagi lembur kerja dan tidur di kantor. Kalau dia nggak lembur, ya gue tidur
bareng sepupu gue yang laki-laki. Tapi kalau nggak ada, ya di kamar dia. Itulah
gue. Senang bergaul, tapi lebih senang lagi kalau menyendiri.
Kembali ke masalah kamar. Rumah hantu
banget. Sampah bekas makan di mana-mana. Sound
system tergeletak di kamar mandi. Kasurnya sudah mau keluar dari jendela.
TV-nya tersungkur di pojokan kamar dan menjadi sarang tikus yang nggak bisa
korupsi. Lantainya rapuh. Langit-langit kamar sudah jebol dan berair karena
kena hujan. Dan kabarnya… vokalis Kanjen bernah tinggal di sini.
Ntar. Ini kamar, apa setting tempat adegan pemerkosaan, sih…?
Intinya, berantakkan gitu, deh. Banget.
Ya… sebelas-sebelas lah, sama kost gue. Nggak ada beda. Hmmm… yang bikin beda
mungkin cuma bantalnya yang berbentuk hati.
Mengerikan. Entah bagaimana cara
kakak gue bisa merawat dirinya untuk tetap segar dan cantik di tengah kondisi
kamar yang mirip tempat pembuangan sampah ini. Namun yang jelas, setelah gue
merapikan kamar ini sedikit demi sedikit, entah kenapa malah gue yang sifatnya
menjadi feminim. Hanya Tuhan yang tau.
4.
Punk Brother
Ini adalah adik sepupu gue. Adik kandung
Si kakak tomboy gue yang tampangnya jauh lebih menyedihkan dari Si kakak. Untuk
bagian mata, okelah sipit, mirip orang Tionghoa. Tapi kulitnya… uh… ibarat
orang Tionghoa, dia pasti udah ratusan tahun tenggelam di dalam dispenser yang
berisikan oli bekas dari vespa zaman Yunani.
Anaknya sih, nggak nakal. Dia baik
dan santun terhadap keluarga, temasuk gue. Itu di rumah. Di luar rumah… oh yeah!
Punk abiss. Kalau gue tidur di kamarnya, dia sering banget cerita-cerita
tentang temannya yang keren-keren. Gue kagum juga. Asal loe tau, anak Punk itu
punya sisi kehidupan yang sebenarnya tidak bisa kita salahkan.
Gara-gara asyik nge-punk, adek gue
itu sukses ketinggalan satu tahun pelajaran. Sederhananya : nggak naik kelas. Seharusnya
sudah menginjak bangku SMA kelas 1. Tapi, sekarang baru mau Ujian akhir tingkat
SMP.
Nah, karena dia *uhuk* bodoh di Sekolah
Negeri, maka ia dipindahkan ke Skolah Swasta. Nah… keadaan berubah 175 derajat.
Dia jadi anak paling pintar di sekolah.
5.
Si Kecil yang Hobi Shopping
Jreng! Jreng!
Adik yang paling kecil di keluarga
tante gue ini bernama Dinda. Panggilannya ‘Ling-Ling’. Gue juga nggak tau kenapa.
Mungkin karena dia sejenis kuda lumping yang suka bokerin beling. Eh, bukan
deh, kayaknya.
Ling-Ling sedang menempuh
pendidikan TK. Dan di masa kecilnya itu, hidup terasa hampa bila tidak ada ‘uang’.
Doi pernah ngambil uang dua-ribuan dari lemari bokapnya. Bokapnya marah karena itu
anak sudah bisa ngambil duit sendiri. Bukan nominal uangnya yang menjadi
permasalahan. Tapi, bayangkan aja kalau loe kehilangan uang nominal dua ribuan,
tapi jumlahnya ratusan lembar. Pasti loe kejang-kejang juga.
Kasus pengambilan uang ini dengan
cepat berhasil diselesaikan. Karena oh karena, uang-uang itu tercecer di sepanjang
lantai rumah, dan membawa kami ke tujuan : Ling-Ling yang lagi pasang sepatu,
buat bergegas beli cireng yang mangkal di komplek rumahnya.
**
Nah… itu aja kali, ya, cerita gue
tentang betapa uniknya keluarga gue itu. Yap, ‘keluarga’. Di sana gue tidak diperlakukan
seperti tamu dari saudara. Namun, sebagai ‘anak’ dan ‘saudara kandung’.
Miss
you Bontang! Gue kangen ditipu mbak-mbak SPG waktu di Bontang Plaza lagi. Huehehehehe.
Bonus!!!
(Merlion Bontang, Cafe Tanjung Laut)
Muach!
No comments:
Post a Comment
Eiits... jangan buru-buru exit dulu. Sebagai Pria Cakep Biasa, gue punya banyak cerita lain. Baca-baca yang lain juga ya... Terima kasih :)