‘For Stella’ adalah cerita fiksi
bersambung dengan genre “komedi-romantis”. Penulis, Aziz
Ramlie Adam, adalah seorang fans salah satu member JKT48 yang bernama Stella
Cornelia. Berkat integritasnya dalam mengidolakan idol group yang satu ini, maka melahirkan
inspirasi tersendiri untuk menghasilkan Fanfic
for Idol ini.
Episode sebelumnya (part 3); “Aziz yang sedang bersama Shania, bertemu dengan Stella. Dengan sengaja, Shania mengatakan kalau Aziz adalah pasangannya. Sampai akhirnya Stella tahu kebenarannya dan merasa bersyukur atas kebenaran di balik ucapan Shania”. Selengkapnya bisa baca DI SINI.
Berikut adalah episode terbaru (part 4), happy reading, guys!
Menuju Sabtu Malam
Pening. Semua kayak mimpi. Entah itu nyata atau cuma khayalan gue doang, tapi kayaknya kemarin gue bener- bener ngelewatin hari yang aneh. Kenal dengan seseorang yang bernama Stella, lalu jatuh hati. Heh, bener- bener otak gue udah diracunin FTV SCTV. Tapi dalam hati, gue seneng aja gitu kalau ngebayangin Stella. Ada perasaan berbeda setiap gue ngebayangin cewek yang tulang pipinya terlihat, bila sedang tertawa ini.
Perlahan gue angkat kepala dari bantal, dan gue masih duduk di
tempat tidur. Pusing, pandangan gue buram. Terlihat sosok seorang wanita sedang
beres- beres kamar gue.
“Stella?” Kata gue ngasal.
“Hayo!! Siapa Stella!!?? Ahahaha..” teriakan anak itu berhasil bikin
gue nggak sengaja buang angin. Sial, ternyata Dhike.
“Dhike.. kamu main masuk aja pagi- pagi gini..” protes gue sambil
ngucek- ngucek mata.
Kamar gue emang nggak pernah gue kunci, toh gue juga tinggal sendiri. Dan satu- satunya orang yang bisa
leluasa keluar- masuk rumah gue ya cuma Dhike.
“Pagi?? Kakak.. ini udah jam sepuluh kak, jam sepuluh” kata Dhike sambil menunjuk- nunjuk jam
tangannya.
“Kalau sampai jam segini nggak ada tanda- tanda kehidupan, ntar
disangka tetangga, kakak sekarat, atau malah diculik. Hehehe“
“Ngawur ah, hha.. kakak laper deh
kayaknya,” kata gue memancing Dhike untuk segera mengeluarkan jurus masaknya
yang menurut gue setara dengan juri Master
Chef Indonesia itu.
“Hahaha.. kakak tuh telat
bangun sih. Tuh, udah siap dari tadi
dibawah. Sana buruan, ntar keburu dingin”
“Yeey.. adek yang baik lu, hhahaha” kata gue sambil memencet
hidungnya, Dhike pun balik narik daun telinga gue. Gue kabur kelantai bawah.
Itulah gue dan Dhike. Kami sama- sama anak tunggal, karena itu kami
sudah seperti saudara kandung.
Saat menuruni tangga, tiba- tiba gue ngerasa mual. Tanpa pikir
panjang gue meneruskan langkah kebawah. Bukan menuju meja makan, namun segera
menuju kamar mandi. Persis seperti yang udah gue bayangkan, gue muntah.
Gue masih menundukkan wajah, lalu gue bercermin. Ahh.. sial, gue kayaknya demam. Gue perlahan keluar kamar mandi
dengan langkah terseok- seok, namun bukan seperti layaknya orang sakit, tapi
lebih mirip orang nyawer di konser dangdut.
“Kak?” Panggil Dhike dari arah tangga.
Dhike segera menghampiri gue, lalu memapah gue menuju meja makan.
Gue masih sibuk megangin kepala gue yang rasanya muter- muter ini.
“Kak? Makan dulu gih, ntar
aku cariin obat. Trus kakak bisa langsung istirahat,” kata Dhike sambil
mengarahkan sesendok makanan ke arah mulut gue. Gue terpaksa makan. Dengan
kondisi kumuh seperti ini, keadaannya mirip seorang cucu lagi nyuapin kakeknya
yang udah sakaratul maut. Whatever..
Gue hanya sanggup menelan beberapa sendok hingga akhirnya gue batuk-
batuk lagi.
“Udah key.. kakak kenyang,
pengin istirahat aja dikamar” kata gue kepada Dhike yang juga sering dipanggil
‘Ikey’ ini.
“Yaudah.. aku cariin obat ya kak?”
“Ah.. nggak usah. Penyakit kecil itu nggak boleh dibesarkan-
besarkan. Ntar juga sembuh sendiri, hhaha”
Gue berusaha menenangkan Dhike yang keliatan lebih panik dari gue.
Gue bersyukur punya sosok adek sebaik Dhike.
“Kak” panggil Dhike dari arah pintu. “Aku mau bersih- bersih dibawah
yaa.. ntar kalau ada apa- apa kakak teriak aja, hhe..”
“Iya bawel, hhaha”
Dasar Dhike, sehebat apapun dia nyembunyiin rasa khawatirnya ke gue,
tetep aja dari wajahnya keliatan. Hahaha, tapi syukurlah dia udah bisa belajar
begitu.
Gue menutup mata sejenak, sampai BB gue berdering. SMS.
‘Ziz, kerumah Ega yuk. Gue sama Ozi lagi dirumah Budi nih, kita mau kerumah Ega bareng- bareng’
Dari Adit. Gue balas aja kalau gue lagi nggak enak badan, dan nggak
bisa ikut tentunya. Kena demam nggak jelas begini emang paling bikin bete.
Entah kenapa gue jadi kepikiran 3 kucing gue. Tanpa butuh waktu lama, gue udah
kembali ngambang didunia lain.
Berisik..! 5 detik yang lalu gue sukses terbangun. Rasanya dibawah lagi ada
acara demo masak ibu- ibu. Ah!.
Gue tengok BB gue, jam 1 siang.. trus gue ngecek SMS, dari Adit.
‘Ntar kalau lu udah bangun,
turun aja kebawah’
Kampret, gue bangun dari
tempat tidur aja butuh perjuangan berat, apa lagi mesti turun tangga kebawah. Ah… seenggaknya gue udah bisa nebak dibawah ada siapa aja. Gue
memutuskan untuk tiduran lagi.
“Kak?” Sapa seseorang dari arah pintu. Dhike, tau aja kalau gue udah
bangun.
“Iya.. kenapa key?” Kata gue dengan mata ketutup sebelah.
“Ada temen- temen kakak tuh
pada dateng”
“Iya.. kakak tau kok,
palingan juga Adit, Budi, sama Oji yang tadi pada ngajakin kakak jalan.” Gue
berbalik, dan posisi tidur gue sekarang membelakangi arah pintu.
“Iya sih.. tapi kak..”
“Taaadaaaaa… !!” Teriakan yang nyaingin yell- yell suporter bola
itu, nyaris bikin gue diare. Gue berbalik.
Ternyata, lengkap. Adit dan Melody, Budi dan Cindy, Ega dan Ve, Abeck dan Sendy, serta Ozi dan Ochi. Gue garuk- garuk kepala.
“Kalian.. kesini pada mau ngapain? Maen bola?” Tanya gue asal.
Memang sih jumlah mereka tambah gue,
sama dengan 1 tim pemain sepak bola.
“Ya buat ngejenguk temen kita ini lah..” kata Budi.
“Iya dong, siapa lagi yang jenguk kalau bukan kita? Ceweknya?
Ahahahahha” Ozi menambahkan, yang lain pada ketawa habis- habisan, termasuk
Dhike.
“Hhahahah.. kampret. Iya iyaa.. suka suka kalian lah”
“Jangan ngambek kak..” goda Cindy. Gue menatap dia sinis, sekilas
mirip adegan penerkaman serigala kepada gadis berkerudung merah.
“Ziz” kata Adit ngedeketin gue. “Udah lama kita nggak bikin party disini, terakhir kan waktu seminggu sebelum Ujian
Nasional.”
Iya ya. Dulu kami sering bikin party
dirumah gue. Tentu aja karena rumah gue situasi dan kondisinya emang cocok
banget.
“Ntar. Kalian mau bikin party
kok pas gue sakit sih? Curang nih”
“Bukan gitu Ziz. Justru ini moment
yang tepat, dengan kita ngadain party
pas lu lagi sakit. Siapa tau bisa bikin lu cepet sembuh,” kata Ve maen nimbrung
aja.
“Azzzzek tuh, hhahahaha”
Ochi menambahkan.
“Oke okee.. tapi kali ini kalian full
nyiapin apa- apanya ya, gue kan lagi sakit..” muka gue sok melas. Biasanya
kalau kita mau party, gue selalu
kebagian tugas berat (sejenis angkat besi).
“Iyaaa.. dispensasi buat Aziz kook, iyakan temen- temen? Hehehe,”
kata Melody.
“Yeee…” teriak yang lain, persis banget kayak mahasiswa yang udah
termakan kata- kata sang profokator, pas lagi demo.
Semua turun kebawah. Samar- samar gue denger mereka mulai membagi
tugas, memasak, sound system,
belanja, dan lainnya. Tersisa Dhike duduk disamping gue.
“Rame banget ya temen- temen kakak” kata Dhike sambil tersenyum.
“Hhahaha.. emang gitu mereka. Key, bantuin kakak bediri dong, hhaha”
Dhike memapah gue. Sampai dideket tangga, gue mencoba jalan sendiri.
Gue berjalan sampai daerah belakang rumah. Gue perhatikan yang lain udah pada
nyiapin meja dan kursi serta dekorasi- dekorasi lainnya.
Rumah gue emang paling fleksibel buat hal ginian. Peralatan pesta
seperti meja, kursi, serta aksesoris, dan dekorasi lainnya emang udah tersedia semuanya
(sebenernya juga bekas pesta yang dulu-
dulu). Halaman belakang rumah gue emang daerah yang paling pas. Tamannya
cukup luas, dan terdapat sejenis gazebo
dan kolam khas Jepang dengan pipa bambunya. Rumput halus khas lapangan
sepakbola melengkapi pandangan. Tanamannya beragam, mulai dari pohon- pohon
besar hingga tanaman hias. Lebih indah karena ada daerah yang memang khusus
ditanamin bonsai yang kebanyakan
berbentuk unik dan langka dicari. Dan taman seluas 2 kali lapangan basket itu
jelas cukup untuk menampung puluhan orang.
Gue duduk disebuah bangku belakang dekat pintu. Gue perhatikan di
arah kanan, Ega dan Abeck sedang mengangkat panggangan menuju sekitar kolam. Di
kiri, ada Ozi yang sedang menyusun kembang api raksasa untuk nanti malam. Nggak
terlalu jauh didepan gue, Adit dan Budi sedang memasang sebuah tenda kecil
untuk tempat sound system dan
beberapa laptop milik temen- temen
gue ini.
Lain dengan lelaki, lain lagi dengan perempuannya. Nggak jauh
dideket gue juga, dibawah pohon mangga yang cukup rindang, ada Cindy, Ochi dan
Ve yang sedang sibuk mengupas berbagai jenis buah- buahan. Mereka duduk
beralaskan kain kotak- kotak persis seperti camping
anak SD. Sisanya, Melody dan Sendy, tentu sedang didapur mambantu Dhike
memasak.
“Kak,” Dhike menepuk pundak gue. Gue menoleh.
“Mau makan? Kakak belum makan siang loh..”
“Iya deh”
“Yuk ke dalam”
Gue ngikutin Dhike menuju meja makan. Gue duduk dan mulai makan,
sementara Dhike kembali ke dapur. Perasaan gue jadi tenang aja karena tau masih
banyak orang- orang yang peduli sama gue. Hm..
gue nggak sendiri.
Gue liat jam dinding, pukul setengah dua. Oh, gue baru inget sesuatu, kalau malam ini satnite. Pantesan mereka semangat banget mau bikin party malam ini. Karena memang hanya satnite lah yang bisa mengumpulkan kami
semua, lengkap.
“Ziz,” kata Budi sambil nyolong sepotong ayam goreng dari piring
gue, lalu dia duduk.
“Kenapa?”
“Gue ajak sepupu gue ya. Sonya,” kata Budi.
Agak tertarik dengan perkataan Budi, gue menambahkan.
“Oh! Sekalian kasih tau Sonya buat ngajak temennya, yang kakak
sepupu Ayu itu, atau sekalian Ayu juga ajak kesini”
“Stella?” Tanya Budi tentang yang gue maksud ‘kakak sepupu ayu.’
“Iyap.” Jawaban menggebu- gebu gue itu kayaknya bikin Budi khawatir,
apakah gue masih waras atau nggak.
“Iya deh ntar gue ajakin
Ayu sama sepupunya juga,” kata Budi sambil melanjutkan gigitannya kepada
sepotong ayam yang diambilnya dari piring gue tadi.
Dalam hati gue tersenyum. Ada
stella ntar malem.. gue nggak mau nyia- nyiakan kesempatan. Wohwoo..!
Diluar udah mulai kedengeran cek sound
yang dilakukan Adit. Sementara keributan dari dapur yang dilakukan Melody,
Sendy, dan Dhike makin nyaring kedengeran. Kayaknya asik banget mereka masak,
sampe ngalahin demo masak ibu- ibu kelurahan. Sementara dari arah belakang,
Cindy, Ochi, dan Ve membawa masuk potongan buah- buahan yang mereka buat di
halaman belakang tadi. Sebagian menjadi hidangan penutup, sebagian lagi mereka
olah menjadi aneka jus.
“Bud, gimana?” Tanya gue ke arah Budi yang masih makan sambil ngotak
-atik BlackBerry-nya.
“Nih” kata Budi sambil
memberikan BB-nya ke muka gue.
Terlihat SMS dari Sonya.
‘Oke.. ntar kakak ajak Stella
, Sonia, dan Ayu J’
“Gimana?” Tanya Budi.
“Sip!” Jempol gue melayang.
“Kayaknya seneng banget lu”
“Hahahahahaha.. emang keliatan gitu?”
“Iya lah, habisnya kalau
lu lagi seneng, muka lu jadi aneh tau nggak. Hhahahaha”
“Kampret”
Budi pun pergi kearah dapur sambil tertawa. Tujuannya jelas si Cindy
yang lagi sibuk nge’blender buah- buahan yang ramuannya dikerjakan oleh Ve.
Suasana semakin sore. Sekitar hampir pukul 6, mereka semua pamit
pulang dulu untuk mandi dan minta izin pada orangtua masing- masing. Semua
nampak sudah disiapkan. Makanan, kue- kue, minuman, panggangan untuk barbeque, kembang api, musik, semua
hanya tinggal pakai nanti malam.
“Key, kamu nggak pulang?”
“Ntar malam aja kak sekalian, lagian aku udah bawa baju ganti dan
tadi udah nelpon mama kok. Hmm.. aku
pake kamar mandi di kamar tante ya kak.” Tentu saja yang dimaksud adalah kamar
orangtua gue dulu.
“Iya.. pake aja. Kakak juga mau balik kekamar”
Gue duduk diatas kasur, nggak lama gue terlentang. Ah.. nggak sabar ketemu stella..
3 Comments
heeeeeee *sumringah :v
ReplyDeleteteman- teman pembaca, orang diatas adalah pemeran tokoh ega looh :D
Deletepart 4 goodjob bung
ReplyDeleteEiits... jangan buru-buru exit dulu. Sebagai Pria Cakep Biasa, gue punya banyak cerita lain. Baca-baca yang lain juga ya... Terima kasih :)