(Episode Sebelumnya: Chapter 02)
"Tiba-tiba kasus tewasnya Rika di area sekolah, membuat Tujuh Penyihir dari Ekskul Misteri mulai aktif bergerak lagi. Dimulai dari penyelidikan Trio Adam, Didit dan Dhike. Mereka mengikuti Diana, salah satu kerabat Rika dan mendapati sebuah kenyataan yang mengejutkan. Terlebih lagi, Adam semakin terkejut karena Diana, terlihat memiliki sebuah aura yang persis dengan Rika."
Rika adalah anak baru yang saat itu sedang menjalani
kegiatan MOS. Ia ditemukan tewas pukul 11:43 siang. Posisi mayat terduduk,
tersandar pada dinding bagian luar toilet siswi. Selain tangan yang penuh oleh
bekas sayatan benda sejenis silet atau pisau lipat, terdapat pula luka bekas
pukulan benda tumpul di kepalanya.
Sejak pertama kali masuk di area sekolah, Rika telah
menarik perhatian banyak siswa. Dari teman-teman seangkatannya, hingga para
kakak kelas, terutama pria, sedikit banyak telah membicarakannya. Secara fisik,
ia memang berparas cantik dan tipe dari kebanyakan pria. Mata sayunya
memberikan daya tarik tersendiri.
Sejak Rika menjalani kegiatan MOS, Adam sering
memperhatikannya. Awalnya biasa saja. Namun lama-kelamaan, rasa penasaran Adam
terhadap Rika semakin besar. Tidak. Ia tidak tertarik kepada Rika secara
fisiknya. Namun, sesuatu yang seperti melekat pada dirinya. Dimana semakin
sering Adam melihatnya, sesuatu itu tampak semakin nyata.
Aura kematian.
Adam jelas dipenuhi banyak tanda tanya. Ia terkejut
dengan apa yang ia lihat, aura itu, lalu kemudian terjadi sesuatu. Rika
ditemukan tewas. Kejadian ini bukan pertama kali, seingatnya. Dulu, saat umur
sepuluh tahun, ialah kali pertama ia melihat aura kematian seperti itu. Aura
kematian pada kedua orangtuanya. Ia ingat, kedua orangtuanya tampak berbeda
saat akan melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri. Sebelas hari kemudian,
kabar kematian mereka sampai di telinga Adam.
***
Satu hari setelah tewasnya Rika, Tujuh Penyihir
berkumpul di ruang ekskul. Saat itu pihak sekolah sudah memutuskan agar
kegiatan MOS dihentikan, berhubung kesibukan mereka berurusan dengan
Kepolisian. Sedang cukup santai, Rama datang dengan membawa sebuah kabar yang
mengejutkan.
"Sesil dan Vania sudah tewas"
Teman-temannya terkejut. "Kapan?" Tanya
Ratu.
"Dua tahun yang lalu"
Kabar ini semakin menakuti mereka. Bagaimana tidak?
Kemarin Sesil serta Vania masih ada dan memberikan keterangan terkait kematian
Rika. Mengetahui keduanya ternyata bukan lagi manusia yang hidup, memberikan
ketakutan tersendiri.
Dea menatapi lagi dua berkas milik Sesil dan Vania.
Di foto, mereka memang tampak jauh lebih muda. Foto mereka tampak lusuh,
seperti telah dicetak beberapa tahun silam.
"Soal data itu bisa ada di sini, gue juga masih
belum tahu. Yang jelas, semalam gue sudah mastiin ke rumah mereka. Orangtua
mereka sendiri yang bilang. Mereka meninggal karena tertabrak kereta.
Kuburannya gak jauh dari sana."
Sampai di sini, semua makin tidak masuk akal.
Satu-satunya petunjuk adalah rekaman sewaktu Diana menelepon, yang masih ada di
ponsel milik Adam. Penelusuran terakhir, alamat rumah Diana juga palsu. Bahkan
Rika, identitas dia juga semua adalah palsu. Tidak ada titik terang sejauh ini.
Tentang aura kematian, Adam telah menceritakan
kepada semua anggota Ekskul Misteri. Bagi mereka yang sudah sejak awal memiliki
ketertarikan akan hal mistis, tidak ada yang tidak mungkin. Kemampuan Adam pun
bukan pengecualian.
"Ntar, pulang sekolah, Trio Adam, Dhike, Didit,
balik ke tempat kemaren dimana Diana terakhir terlihat. Siapa tahu ada
petunjuk," ujar Rama.
"Terus, kasus ini di Kepolisian sudah sampai mana?"
Tanya Adam.
"Ya, mentok... Soalnya semalam gue ke rumah
Sesil dan Vania juga bareng salah satu detektif polisi. Mereka jauh lebih
kaget. Soal rekaman Diana, ntar gue yang kasih tahu mereka".
"Yaapp...! Sekarang kita gerak duluan!"
Ujar Adam, dengan penuh semangat. Seolah baru saja melepas beban yang berat.
"Ahaha.. Ini baru lo, Dam!" Seru Didit.
Dhike tersenyum. Dan segera, setelah pulang sekolah, mereka bertiga kembali ke
lokasi terakhir melihat Diana.
***
Sebelum pulang sekolah, Ratu, seolah tanpa sadar,
berhenti di dekat TKP kematian Rika. Tulisan 'BITCH' dengan darah masih belum
terhapuskan. Sudah coba dibersihkan, namun tampaknya masih belum bisa hilang. Rencananya
pihak sekolah akan mengecat ulang tembok itu pada hari Minggu.
"Kamu ngapain?" Dea membuyarkan lamunan
Ratu.
"Eh.. Dea. Nggak ada, kok. Aku cuma ngerasa ada
Rika," Ratu menyipitkan mata. Telapak tangannya mengusap-usap tengkuk.
"Ah, bicaramu ada-ada saja. Bikin aku
merinding... Pulang, yuk"
"Ahaha.. Iya, iya."
Ratu sesekali menoleh ke arah toilet itu. Ia memang
terbiasa merasakan keberadaan makhluk gaib. Tidak sekedar merasakan perubahan
suhu atau merinding tiba-tiba. Lebih dari itu, ia sering merasa seperti dapat
bersentuhan dengan ‘Sesuatu’.
***
"Dit, ada ketemu sesuatu?" Dhike bertanya.
Nadanya agak tinggi, sambil menengadah ke atas.
"Sendal jepit sama bungkusan nasi," Didit
menyahut.
Didit turun dari tembok setinggi dua setengah meter
yang ia panjat. Gang dimana mereka mendapati Diana kemarin, adalah gang buntu.
Mereka coba mencari tahu ada apa di balik tembok yang menghalangi jalan.
Sekedar untuk mencari petunjuk. Walaupun yang ditemukan hanya tembok lain yang
menutup jalan seberang. Hanya sampah yang berserakan di sana.
Kemarin, setelah merekam Diana yang sedang
menelepon, mereka langsung bergegas pergi karena takut ketahuan. Jadi mereka
tidak sempat tahu kemana Diana pergi. Satu-satunya petunjuk adalah pernyataan
penjual bakso yang berada tidak jauh dari sana. Katanya, gadis yang mereka
cari, yang memakai jaket abu-abu, berlari ke arah barat dan sedikit
tergesa-gesa.
Nampak Adam terlihat makin gelisah.
"Apa dia masih hidup?" Didit tiba-tiba
bicara. "Itu yang lo pikirin, kan?"
"Ya.. gitu, sih. Gue yakin, gue lihat aura yang
sama kayak Rika".
Ada hening yang mendalam, seketika. Seperti ada
keyakinan bahwa saat aura itu telah terlihat, itu berarti kematian sudah
teramat dekat.
Mereka bertiga pun melanjutkan penjelajahan
menelusuri daerah sekitar. Pemukiman yang cukup padat ini membuat mereka agak
kesulitan. Hingga pada suatu tempat, suasana agak berbeda. Lebih sepi dari
daerah sekitarnya. Sampai saat mereka melintasi sebuah minimarket, Adam
merasakan ada kedutan pada kedua matanya. Perlahan bertambah perih. Ia
memegangi, menutup matanya dengan tangan. Perlahan ia berlutut seketika sekujur
tubuh tampak gemetaran.
Dhike dan Didit menghentikan langkah untuk
memastikan keadaan Adam. Adam tidak hanya diam, ia juga memastikan
sekelilingnya. Tanpa sadar seperti ingin mencari sesuatu. Ia seperti yakin, ada
sesuatu yang tidak beres. Ia memiliki firasat yang kuat akan itu.
‘Ketemu!
Diana!' Pikirnya. Ia berada tidak jauh, sekitar lima puluh meter dari
tempat mereka berada. Aura kematian terlihat semakin jelas di pandangan Adam.
Adam perlahan berdiri, menegakkan badan. Dibantu Didit dan Dhike. Adam
menaikkan telunjuknya. Diarahkan kepada Diana, agar Dhike dan Didit tahu bahwa
siapa yang mereka cari, ada di sana.
DORR
Namun, terdengar bunyi yang cukup memekikkan
telinga. Diiringi oleh tubuh Diana yang terhempas ke tanah. Tepat di depan mata
mereka, Diana tertembak. Dilihat dari arah tembakan, pelaku berada tidak jauh
di sebelah utara.
DORR
DORR
Dua tembakan lagi dilepaskan, menghancurkan sebagian
kepala dan leher Diana.
"Cari, Dit!" Seru Adam. Wajahnya memerah.
Ada gambaran terkejut dan marah di sana.
Didit berlari ke arah datangnya peluru. Ia fokus
pada kaki yang menjadi tumpuan larinya. Bersiap menghindar jikalau ada tembakan
susulan.
Adam dan Dhike Berlari ke arah Diana yang telah
tewas akibat tiga peluru di sekitar kepalanya.
DORR
Tembakan keempat dilancarkan dan hampir menyerempet
kaki kiri Dhike. Untungnya tidak kena. Peluru kaliber 12,7mm itu menancap di
tanah. Sedikit berasap.
"Dam! Kita kejar dulu!" Ujar Dhike. Ia
sadar bahwa percuma mendekati mayat Diana. Yang ada, hanya akan memudahkan si
penembak untuk membunuh mereka juga. Saat itu sudah tidak berbentuk, kepala
Diana. Hanya terlihat seonggok tubuh yang tidak utuh lagi. Serta pecahan kepala
yang berhambur.
Akhirnya Adam dan Dhike berbelok mengikuti Didit.
Mereka bertiga berlari menuju arah datangnya tembakan. Adam memfokuskan
pandangannya ke arah sebuah pusat perbelanjaan yang lumayan besar. Jaraknya
terbilang tidak jauh dari tempat mereka. Dan pada satu titik, terlihat seorang
memakai topi di atas tempat tersebut. Membuat mereka kesal dan memacu langkah
yang lebih cepat.
Laju lari ketiga anak muda itu hanya disambut oleh
senyum seorang pria bertopi biru dari atas sebuah pusat perbelanjaan. Tempat ini
berada cukup jauh dari targetnya. Ia nampak bangga dengan hasil tembakannya
yang menempuh jarak lebih dari 1.500 meter. Ada pemberitahuan melalui pesan
singkat ponselnya, agar segera meninggalkan tempat tersebut. Seolah belum
saatnya ia dan ketiga anak muda itu berjumpa.
Seketika ia pergi, menghilangkan jejak. Menghindar sementara,
untuk tidak bertemu dulu dengan Tiga dari Tujuh Penyihir.
***
(Bersambung ke Tujuh Kutukan: Chapter 04)
(Telah rilis pada 05 Januari 2018)
1 Comments
BROKER TERPERCAYA
ReplyDeleteTRADING ONLINE INDONESIA
PILIHAN TRADER #1
- Tanpa Komisi dan Bebas Biaya Admin.
- Sistem Edukasi Professional
- Trading di peralatan apa pun
- Ada banyak alat analisis
- Sistem penarikan yang mudah dan dipercaya
- Transaksi Deposit dan Withdrawal TERCEPAT
Yukk!!! Segera bergabung di Hashtag Option trading lebih mudah dan rasakan pengalaman trading yang light.
Nikmati payout hingga 80% dan Bonus Depo pertama 10%** T&C Applied dengan minimal depo 50.000,- bebas biaya admin
Proses deposit via transfer bank lokal yang cepat dan withdrawal dengan metode yang sama
Anda juga dapat bonus Referral 1% dari profit investasi tanpa turnover......
Kunjungi website kami di www.hashtagoption.com Rasakan pengalaman trading yang luar biasa!!!
Eiits... jangan buru-buru exit dulu. Sebagai Pria Cakep Biasa, gue punya banyak cerita lain. Baca-baca yang lain juga ya... Terima kasih :)